cerita dewasa membantu istri teman ngewe 😘😘😘😘

Cerita sex Membantu Istri Kawan Baikku

Aku punya sahabat sedari kecil, kami tumbuh bersama, kenakalan kecil, belajar sambil tidur, melamar pekerjaan, bahkan main cewek pun kami pergi bersama. Hengky memang playboy ganteng dan lumayan. Yang aku tahu pasti, dia termasuk hiper. Two in one selalu menjadi menu wajib kalo kami mampir ke jl Mayjen Sungkono, Surabaya.

Dia juga memiliki banyak teman yang siap pakai dan dia sering menawari aku bercinta dengan gadis mahasiswinya di depan hidungnya. Terkadang dia mengundang threesome. Aku sih ok ok saja, kenapa tidak ... enak kok. Dan lagi, kompilasi aku hanya perusahaan swasta yang bergaji kecil, sedang Hengky sudah memiliki usaha sendiri yang cukup sukses.

Sayang sekali di umur 35, sahabatku memperbaiki kecelakaan yang membuat dia memperbaiki menggunakan kursi roda. Padahal dia baru 2 tahun menikah dan dikaruniai satu anak laki-laki yang cukup lucu.





Peristiwa ini benar-benar membanting dirinya, Untunglah Widya adalah istri yang setia dan selalu memompa semangat untuk berhasil Hengky tidak lolos. Sebagai sahabat, aku pun tidak bosan bosan menunggu agar dia mau mencoba mengikuti terapi.

Seperti biasa, di malam minggu, aku main ke rumah, dari ngluyur nggak karuan, maklum setua ini aku masih membujang.

“Sam, elo masih ingat jaman kita gila dulu? Minimal gue selalu ambil dua cewek, hahaha ... dan mereka selalu ampun-ampun kalo gue ajak lembur. " Hengky tersenyum-senyum sendiri. Aku mengerti, rupanya Hengky terguncang karena kemampuan seks yang dibanggakannya mendadak tercerabut dari percaya. “Sam, harus gue sampaikan sesuatu ke elo… kenapa gue selalu ngomong soal sex ke elo. Ehm ... gini, gue kesian sama Widya ... dia istri yang baik dan setia, tapi gue tidak bisa mendukung dia untuk terus mendampingi gue. Dia punya hak untuk bahagia. Dan lagi ... Ehh ... dan lagi ... "Hengky terdiam cukup lama.


“Istriku masih muda, 25 tahun… gue nggak mau dia nanti menyeleweng. Lebih baik kami berpisah baik-baik, dia bisa mendapatkan suami yang lebih baik. " mata menerawang. ”Tapi Widya tetap bersikukuh tidak mau. Baginya menikah gratis setiap kali berlalu. Namun gue kuatir, Sam ... gue kuatir ... karena ... Ehhh, karena ... Widya nafsunya besar. Bisa kamu anggap luar biasa tersiksanya dia. Kami dulu hampir setiap hari bercinta. ” Hengky terdiam lagi, lama. “Kemarin dia bicara: 'mas, aku nggak akan menyeleweng, karena cintaku sudah absolut. Kalo kamu diizinkan untuk berpisah, aku tidak bisa. Memang kalau bicara seks, bagiku sangat berat. Tapi kita bisa coba pakai tangan kan, mas? Mas bisa puasin pakai tangan mas, pake lidah juga masih bisa ... kita coba dulu, mas ... '”


”Kami mendukung, tetapi karena lumpuhku, jari dan lidahku tidak bisa maksimal, dan dia tidak mampu orgasme. Sempat juga pakai dildo. Itu pun juga gagal. Ini lebih memilih posisi tubuhku yang tidak mendukung. Akhirnya aku mengatakan bagaimana jika kamu mencoba memakai cowok beneran. Kita bisa pakai gigolo, asal kamu bercinta di depanku, jangan di belakangku. Hanya untuk ini menyenangkan saja. Kamu tahu… istriku hanya menangis, dalam bayangan dia mungkin mau, tapi entahlah ... ”Hengky sudah pasrah.
”Hhh… seharusnya aku minta tolong kamu… pertama, kamu temanku, sudah seperti saudara sendiri, kamu belum menikah, kamu sekarang juga sudah nggak segila dulu… mungkin udah berhenti ya? Jadi aku minta tolong ... bener-bener minta tolong ... puaskan istriku ... "kata Hengky, suaranya sedikit tercekat. "Tidak .. tidak .. tidak .. nggak, Hen. Aku nggak mau. Maaf, aku bisa bantu yang seperti itu. Widya wanita baik-baik, aku melihat seperti malaikat. Dan aku sungguh menghormatinya. Maaf, aku pulang dulu, Hen ... selamat datang ini jangan diteruskan. ” aku menghindar. Widya adalah wanita sempurna, cantik, damai lembut, setia ke suami, tidak neko-neko, dan percaya benar-benar sempurna. Hengky benar-benar sinting kalau aku mau meniduri diundang.

***

Tiga minggu kemudian, pagi-pagi aku mampir lagi ke rumah, aku pikir dia sudah tidak mau lagi, lagi aku salah. Kali ini dia memintaku sambil memohon, bahkan berkaca-kaca. “Sam, tolong, tolong aku, kamu tidak terima kasih lihat istriku? Kami telah menyetujui jika kamu dan dia tidak perlu ML. Mungkin memuaskan dengan tangan atau lidah? "

Aku senang tidak setuju dengan rencananya, tetapi melihat permintaannya, hatiku trenyuh. "Oke, Sam, aku coba bantu, tapi aku perlu bicara dulu dengan Widya ..."

"Bicaralah balik, dia ada di beranda belakang, bicaralah ..." desak Hengky.



Perlahan aku pindah ke belakang, aku melihat Widya sedang menyirami bunga, sinar matahari pagi turut menyinari pembicaraan yang lembut, kimononya yang bercampur merah dengan kulitnya yang putih, anggun… Mungkin Hengky sudah mencari tahu karena dia sudah punya menunggu kedatanganku.

"Hai, Wid ... mana si kecil Herto, masih tidur ya?" tanyaku basa-basi.
"Hai, mas. Iya, Sampai sekarang masih bobok ... tumben datang pagi begini, udah sarapan belum? ” Widya tersenyum lembut. Wajahnya hanya ber make-up tipis, sangat sempurna.
”Mmm, udah kok… Uum, aku bantu potongin anggrek ya? Dulu aku suka bantu ibuku merawat anggrek ... ah, ini sepertinya kepanjangan, Wid ... coba deh dipotong lebih pendek lagi, diperbaiki lebih cepat berbunga. ” kataku sok serius.
“Mas, aku sangat mencintai mas Hengky. Aku pun tahu dia sangat mencintaiku. Dia adalah suami yang pertama dan terakhir ... "suaranya tercekat, menghadapi menunduk. Tak kusangka Widya bicara langsung ke pokok pembicaraan. Ini lebih baik, karena semakin lama di sini, saya semakin canggung.
“Aku sungguh berharap, mas Samuel tidak menganggapku wanita murahan. Mas Hengky bahwa kalau kalau melihat melihat aku aku aku maka maka maka maka maka maka dia dia maka dia juga senang. Jadi nanti apa yang harus kita lakukan masih dalam koridor saling menghormati ya, mas ... "kini membalik berkaca-kaca.
“Wid, aku mau apa maumu, jika nanti kamu minta berhenti, aku berhenti. Tidak ada salahnya perasaan ... jangan kuatir aku tersinggung, kamu adalah wanita yang paling aku hormati setelah ibuku. Aku… aku akan memperlakukanmu dengan memuji. “Bisikku.

Perlahan Widya menarik tanganku menuju lantai dua, mungkin ini kamar tamu. Interior kamar yang nyaman, warna lembut, mulai dari warna bedcover, bantal dan gorden terkomposisi dengan baik, benar-benar didapat membuka wanita.

"Ummm ... bagaimana dengan Hengky, dia pernah melihat dia harus sepengetahuan dia." tanyaku kuatir, aku tidak mau dituduh mengkhianati sahabat sendiri.
“Mas Hengky nanti datang setelah dia merasakan kita ada hubungan kimia yang lebih jauh. Aku juga setuju kalo mas membantuku di depan mas Hengky terlalu terus terang. Aku tidak mau sedih sakit. Dan ditinjau dari awal aku berharap kita tidak terlalu jauh. Mungkin aku belum siap ... dan kalo tiba tiba, tiba-tiba aku minta berhenti, mas ngerti kan perasaanku? ” Widya berkata dengan wajah menunduk. Tangannya terlihat gemetar bedcover bedak yang terbuka. Aku hanya bisa mengangguk tanpa bicara.

Lalu Widya berjalan menuju meja rias, membelakangiku, melepaskan cincin kawin di jarinya, “Aku tidak bisa bercinta dengan orang lain dengan tetap memakai cincin ini…” katanya berbisik.

"Maafkan aku, Wid ... aku akan memperlakukan kamu dengan baik." bisikku dalam hati.

Perlahan dia berbalik menghadapku sambil membuka gaunnya, berbalik di belakang kimononya, Rini hanya memakai lingerie warna pink, G string plus stocking putih berenda. “Aku tidak mau sembarangan untuk memulainya. Ini aku pakai juga untuk menghormati mas Samuel. ” Widya Berjalan perlahan ke Arahku. Aku hanya bisa menahan nafas, dadaku tenang bergemuruh, rasanya sulit untuk bernafas, rasanya aku tidak bisa menyentuhnya, dia terlalu indah, Widya terlalu indah untukku… kakiku lemas.

Dengan membuka lebar, membuka kancing bajuku, sedikit mengelus dadaku yang diperbarui, membangkitkan masih menunduk. Tanganku membuka rambutnya lembut, kemudian aku cium perlahan keningnya. Dengan bertelanjang dada, tanpa melepas celana panjangku, kutuntun Widya ke tempat tidur. Aku peluk lembut, aku ciumi keningnya berulang kali. Turun ke pelipis, lama aku cium di situ. Aku harus menggunakan rileks.

Matanya yang tampak indah berkaca-kaca. Tolak nafasnya masih memburu, bergetar. Aku mengerti, Widya masih belum siap.

Aku bisikkan kata-kata lembut ke telinganya, ”Wid, kamu santai saja, aku nggak akan santai yang nggak semestinya kok. Jangan kuatir, kita tidak terlalu jauh, ini hanya perkenalan saja. Baik?"

Widya mengangguk sambil memejamkan mata, berusaha menghayati.

Kemudian bibirku membuka pipinya, harum Kenzo di lehernya, menuntunku ke Arah sana. Lehernya sungguh indah, bibirku menyelusuri leher jenjangnya sambil sekilas menciumi telinganya belakang.

"Ahhhhhh ... mas ... ahhhh ..." nafasnya dihembuskan panjang, rupanya tadi dia terlalu tegang. Aku tetap mencium, tidak beranjak dari sekitaran pipi, kening, leher dan telinga. Sengaja tidak kucium bibirnya, takut membuat moodnya jadi hilang. Tapi ternyata Widya sendiri yang mencari bibirku, dan mencium lembut perlahan. Badanku selamat meremang.

Kemudian kami berpandangan dekat, mengabaikan lekat menghunjam mataku, seperti mencari kepercayaan disitu. Penyanyi Adalah Titik Kritis, Berhenti ATAU lanjut ... Perlahan, Widya memejamkan matanya, bibirnya Sedikit Terbuka, aku mengerti kalau Penyanyi SEMUA can berlanjut LEBIH JAUH. Kucium panjang dan lembut bibirnya yang indah itu. Perlahan bibirku turun ke leher, sedikit ke bawah. Turun… turun ke dadanya yang ranum. Wanginya sungguh memabukkan. Widya hanya melenguh pelan, "Eehhhhh ... mas ..."

Tanganku mulai mengelus pahanya, tanganku berhenti, tanganku berhenti kompilasi jemari Widya diselesaikan tanganku. Ah, mungkin aku terlalu jauh ... ternyata Widya menggosok permukaan lenganku. Kulanjutkan lagi gosokan tanganku ke pangkal pahanya.

Kusentuh lewatkan V-nya yang hangat. Aku tidak membuat gerakan yang tiba tiba, semua harus bergerak dengan lembut. Cukup lama jemariku menyerahkan bulu- bulunya. Bibirnya terasa dingin, Widya sudah mulai terangsang… sambil masih lembut bibirnya, jemariku mulai puas klitorisnya. Begitu tersentuh, Widya langsung merintih, nafasnya memburu.




"Mas ... uffff, mas ... fiiuhhh ..." cepat sekali vaginanya basah. Aku ingat, mungkin sudah satu tahun Widya tidak disentuh Hengky.

Bibirku perlahan mulai dicium dari belahan dada menuju bukit indahnya. Belum pernah kulihat payudara seranum ini. Lidahku menari-nari di ujung putingnya yang merah muda. Aku lepas dengan ujung lidah, lalu sedikit aku sedot, lalu aku lepas lagi, begitu berulang-ulang. Nikmat sekali.

Aku lirik wajah Widya, sudah padam merah, nafasnya tersengal-sengal. "Geliii ... aaahhhh ... geli, mas ... jangan lama-lama ... geliii ... aduuuuhhh ..." rintihnya.

Sengaja aku teruskan jilatanku, dengan sedikit mengeluarkan erangan, agar Widya mengerti kalo aku sendiri juga super terangsang. Eranganku dengan erangannya kini bersahut-sahutan. Kepala Widya bolak-balik terbangun, mungkin karena dia tidak tahan dengan gelinya. Jemariku bertambah cepat menggosok klitorisnya. Tiba-tiba jemari Widya meremas rambutku dan kedua meminta punah kepalaku, jadi aku sulit bernafas karena menghabiskan di buah dadanya. Pinggul Widya terangkat tinggi sambil merintih panjang.

"Masssssss ... ahhhhh ..." wanita cantik itu Orgasme!

Pinggulnya kembali terhempas ke tempat tidur yang langsung terayun-ayun, badannya melemas, dikembalikan lunglai ke bawah, sambil diputar-ulang kali ludahnya.

Aku ciumi lembut diganti, air terjun terbalik di pipi, kemudian air terjun tipis bibirnya.

Perlahan kepalaku sampai ke leher, dada, perut, pusar dan berhenti di bulu-bulu pembunuhannya. Lidahku mulai menari di klitorisnya yang super basah. Widya hanya terdiam.

Aku masih sibuk menjilati vaginanya yang wangi. Widya mulai pemulihan lagi ... jemari lentiknya meremas rambutku. Dagunya terangkat ke atas, nafasnya terputus-putus memburu. Perlahan kuturunkan celanaku… bibirku kembali ke atas, dicium pusarnya, dicup putingnya lalu dihilangkan bibirnya. Mataku beradu dengan mata. Pemandangan mataku bertanya, haruskah kuteruskan ...

Widya ingat jika batangku tengah menempel di perdebatannya. Perlahan memutar melingkar ke pahaku. Mata kami tetap berpandangan. Kukurekkan batangku pelan-lahan, Widya sedikit merintih, bibirnya terbuka.

Kepala batangku mulai ditangguhkan, dibuka ... masuk lagi, lalu kaki Widya dibuka pinggulku jadi batangku makin masuk. Masuk sepenuhnya… badanku meremang, batangku terasa hangat. Mata kami masih beradu pandang… tiba-tiba di sudut pandang muncul air bening yang bergerak perlahan ke pipinya. Widya kembali menangis…

Kembali aku cium lembut bibirnya. Pinggulku tidak langsung aku gerakkan, agar dia nyaman dulu dengan batangku di dalam sana. Lalu perlahan aku mulai gerakkan pinggulku sedikit demi sedikit, pelan-pelan ... Widya merintih, "Mas ... aghhhhh ..."

Gerakan lebih kupercepat. Aku rasakan batangku masuk sepenuhnya ke dalam vaginanya. Tempat tidur mulai berguncang, bunyi geritan besi tempat tidur mulai keras terdengar.

Tiba-tiba Widya memelukku erat, bibirnya mendekat ke telingaku dan berbisik, ”Kok besar sekali, mas? Terima kasih ... nikmat sekali, mas ... ooohhh ... nikmat! "

Widya kini semakin agresif menciumku, lidahnya mulai menantang masuk ke mulutku. Tubuh kami berguling, kini dia di atasku. Otomatis batangku lebih menghunjam ke dalam, posisi ini favoritku karena aku bisa melihat kecantikannya, melihat lekuk bersaing, meremas dada dan pinggulnya lebih leluasa.

Gerakan tubuh Widya mulai pembohong, bergerak tengadah ke atas dengan mata terpejam. Sebaliknya gerakannya lebih cepat dari gerakanku. Tubuhnya mulai menggigil alih peluh yang mengucur deras di sela belahan buah dadanya, pemandangan ini membuat tampak tampak sensual, kujilati semua peluhnya dengan nikmat. Widya berhasil puncak… sementara aku susah payah bertahan agar tidak ejakulasi duluan.

"Aaaaaa ... aaaaaaahhhh ... aahh!" dia mulai tidak malu mengeluarkan rintihan dan erangan suaranya lebih keras. Tiba tiba tiba tiba menghentak keras, lenguhannya memanjang, kemudian terinfeksi lunglai ambruk di tubuhku. Segera kupeluk erat dan kucium lembut keningnya. Aku lega… senang bisa memuaskannya.
"Terima kasih, mas ... terima kasih ... aku belum pernah menerima nikmat seperti ini, dua kali orgasme." bisik Widya.
"Aku bisa teruskan kalo kamu mau, Wid." bisikku sambil menciumi pelipisnya.
"Terima kasih ... mungkin lain kali ... sekarang tutup mas Samuel, mas belum puas kan?"

Aku tersenyum dan kugelengkan kepalaku. "Tidak, tidak perlu ... itu tidak penting. Kamu bisa menikmati, itu lebih penting. Jika aku ikut mencari kepuasan, berarti aku tidak ingin kamu. Semua ini untuk kamu, Wid ... hanya untuk kamu. ” dalam hati kumaki-maki diriku, Sebenarnya aku sok suci. Namun, tak bisa kumaafkan sendiri jika aku ikut menikmati peluang emas ini, Widya bersedia bercinta denganku yang sudah menghempaskan semua harga yang dihadapiku. Aku menghargai dan menghormatinya.

“Mas, kamu baik sekali? Sungguh kamu baiiiikk sekali. ” Widya memelukku erat sekali sampai aku terengah-engah karena kepalaku mengikat di belahan payudaranya. Sebenarnya aku ingin memulai dengan melumat dan mengigit gigit putingnya, tapi aku tidak mau merusak suasana syahdu ini.
”Mengapa Hengky tidak kemari, bukankah dia meminta kita bercinta di meminta. Aku tidak mau khawatir tentang teman ... "
" Mas Hengky mungkin sudah melihat kita sebelumnya, dia ada di ruangan di balik kaca meja rias, itu kaca tembus pandang, mas. " Widya menjelaskan kompilasi melihat mataku menghadap pintu.
”Umm… mas gak bersih-bersih badan? Aku bantu di kamar mandi yuk… ”katanya sambil menarik tanganku.

Kami saling menggosok badan, aku remas lembut buah dadanya dari belakang dan mencium lembut punggungnya. Widya kembali merintih, menantang berbalik kemudian melumat bibirku, benar-benar agresif. Tiba-tiba Widya jongkok dan cepat menggenggam batangku, sedetik kemudian mulutnya mengulum milikku yang semakin mengeras penuh. Aku benar-benar tidak benar-benar melakukan Widya melakukan itu. Tindakannya membuat kakiku lumpuh.

”Jangan, Wid… jangan… nanti aku keluar. Aahhh ... Wid ... sudah ... kumohon ... "rintihku.

Widya segera berdiri lagi lalu berbalik menghadap shower dinding. Aku mengerti, dia ingin aku masuk dari belakang. Dengan guyuran air hangat, aku memasukkan batangku cepat, aku sudah tidak tahan lagi, nafsuku sudah memuncak, Widya pun menggerakkan bahu mengimbangi tusukanku.

”Aaahhh… mas… aku… aku… ahhh… aku…” tambah kembali menggeliat dan mengejang, jemarinya kuat meremas tangkai shower, sementara aku benar-benar tidak bisa melakukan itu. Spermaku yang tertahan dari tadi akhirnya mau tak mau menyembur keluar, masuk jauh ke relung vaginanya.
"Kenapa aku tidak bisa menahannya?" Widya kembali jongkok dan sekarang menyelamatkan lelehan spremaku dengan lidahnya. Aduh, aku senang sekali. Dia kocok-kocok lagi agar semua spermaku keluar. Kemudian mengakhirinya dengan sedotan panjang di ujung batangku.
"Ahhh ... Widya ... kenapa aku harus ejakulasi?"

Selesai bebersih diri dan pakai baju, kami keluar kamar. Rupanya Hengky sudah menunggu di depan TV, dia tersenyum dari kejauhan. Aku merasa jengah, merasa tidak enak. Sementara Widya menunduk dan berjalan.

Dari kursi rodanya, Hengky memeluk pinggang mengaku. ”Terima kasih, Sam, kamu sahabat yang baik. Aku sudah melihat percintaan kalian tadi. Aku harap kamu tidak mau menunggu nanti. ”

Aku hanya mengangguk pelan. Apakah aku hanya bisa bertahan? Aku tidak yakin dengan diriku. Aku tidak yakin nanti tidak jatuh cinta kepada Widya… dan aku yakin Widya pun memiliki perasaan yang sama. Sorot tampak kompilasi.





Comments

Popular Posts